Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Batang, dr. Ida Susilaksmi, M.Kes menyebutkan angka stunting di tahun ini mencapai 13.46 persen.

Namun, data secara nasional dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) stunting Batang mencapai 21 persen.

“Memang datanya beda karena survainya juga beda. Tapi pada prinsipnya tidak masalah. Itu justru membuat kita bersemangat untuk melakukan percepatan program menurunkan stunting di Kabupaten Batang,” ungkapnya, Rabu 29 Juni 2022.

Berdasarkan data Pemkab Batang dari hasil elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPBG) angka stunting tercatat tahun 2017 mencapai  9.62% atau sebanyak 4.958 bayi stinting dari pelaporan e-PPBG yang dilakukan pada 51.553 bayi di Batang.

Tahun 2018 mencapai 9.35% atau 4.921 bayi stuntung dari 52.653. Untuk tahun 2019 ada kenaikan 10.27% atau 5.303 bayi stunting dari 51.622 bayi.

Lalu, 2020 angkanya baik 16.71% atau  5.915 bayi stunting dari 35.397 bayi. Sedangkan tahun 2021 turun menjadi 14,14 % atau  5.275 bayi stunting dari  37.302 bayi atau anak. Di tahun 2022 mengalami penurunan 13,56 % atau  5.182 bayi stinting dari hasil pelaporan e-PPBG 38.211 bayi.

Ia pun menyebutkan dari angka SSGI sebesar 21 persen masuk ranking 10 besar di Jawa Tengah.

“Upaya kita sudah banyak dilakukan melalui puskesmas beberapa tahun lalu dengan program gayeng nginceng wong meteng,” ungkap Ida Susilaksmi.

Tidak hanya itu, Dinas Kesehatan juga menggandeng Kantor Kementerian Agama sosialisaikan dan pembinaan kepada calon pengantin.

“Untuk penurunan stunting itu tidak bisa intervensi saat bayinsudah lahir dan itu sudah terlambat. Kita berupaya saat bayi masih dalam kandungan, bahkan pada saar calon ibu kita intervensi bagaimana merawat kesehatan dirinya dan janin. Menjaga pola maka agar tidak anemia agar tidak terjadi maslah pendarahan saat persalinan. Karea resiko bayi stunting akan tinggi,”ungkapnya.

Ia juga mengatakan faktor penyebab stunting di Batang sangat kompleks. Tapi pilar utamanya ada pola makan, pola asuh dan sanitasi.

“Ketiga itu berkontribusi dan di Batang masih bermasalah, misalnya untuk pola makan. Karena di kita masih kenal pantangan pada ibu hamil dan ibu menyusui. Padahal makanan bergizi dan sehat sangat dibutuhkan bagi ibu hamil, ibu menyeusui dan bayi. Untuk pertumbuhan otak fan badanya,” terangnya.

Hal itu, kata dia terjadi karena keterbatasan ekonomi yang diaertai dengan adanya pandemi Covid-19 yang secara umum masyarakat terkena dampak goncangan ekonomi.

“Pola asuh juga berpengaruh, ketika bayi diasuh oleh orang yang pengetahuannya kurang memadai. Sehingga dalam memberikan makanan juga keliru pola dan tidak telaten,” jelasnya.

Sanitasi juga sangat berpengaruh, di Batang karena baru ada 30,6 persen. 31 persen yang sudah ODF, karena buang air besar sembarang resiko terjadi penyakit menular tinggi.

“Diare tinggi, anak sering sakit – sakitan berat badanya akan turun dan berakibat stunting,” tukasnya.

Sumber : https://www.ayosemarang.com/umum/pr-773771639/angka-stunting-di-kabupaten-batang-tembus-21-persen-peringkat-10-besar-jateng